YayBlogger.com
BLOGGER TEMPLATES

Rabu, 05 Maret 2014

Kita bercerita tentang hujan

Kita bercerita tentang hujan. Tunggu. Kita?? Iya. Entahlah kita masih saja menganggap hujan adalah kekuatan kita untuk bercerita atau mungkin hanya aku saja yang masih dengan rajinnya bercerita segala hal tentangmu kepadanya.
Semalam enggan rasanya menemukan kamu lagi dalam chat boxku. Walau memang beberapa hari yang lalu kamu tengah bergentayangan kembali di otakku. Ini mungkin kebetulan atau memang isyarat yang dikirmkan Tuhan untuk kita. Dan Lihatlah berapa sajak yang telah aku guratkan didalam tulisanku hanya ingin menceritakan kamu dan caramu mencintai hujan. Iya. Aku masih mengingat betul kamulah satu-satunya sosok yang mampu mengajariku menari bersama hujan, menghamburkan diri dengannya. Merasakan nikmatnya ditiap tetesnya menghujam wajahmu. Walau terkadang sakit mengenai kulit tapi masih saja menimbulkan candu. Kau masih saja merelakan tubuhmu bergelimang peluh bercampur dengan hujan seakan semuanya merileks kan otak dan ototmu seharian.

Dan aku. Aku masih saja menungguimu di tempat favoritku, memperhatikan kamu yang tengah tertawa dengannya mencoba untuk melukiskan semua gerak gerikmu lewat sajak-sajak patahku.

Iya hanya dengan begini kita masih bisa menikmati saat yang tak pernah kita lupakan. Hujan sudah berhenti. Itu tandanya segeralah aku membasuh mukamu dengan handuk favoritmu yang sengaja masih kau titipkan untukku.

Selamat sore kamu. Segeralah pulang saat hujan itu telah berhenti.

Minggu, 23 Februari 2014

Malam minggu terakhir

Hai.. Februari cepat sekali berlalu. Itu tandanya resolusi akan segera terwujud.
Dan... eh.. hai.. akhirnya kita bertemu.
Manis.
"Ngopi yuk geg"
"Hmm.. but not this time"
"Okey. No problem. But.. bukannya kamu suka sekali dengan kopi?"

Ya. Berjanjilah padaku kepulanganmu (lagi) nanti kita akan bertemu di tempat yang kita rencanakan dan menghabiskan senja bersama kopi kita.

Iyakan ucapanku bahwa hujan telah mengantarkan kita pada pertemuan itu.

Selamat menikmati malam minggu terakhir bulan Februari yang manis.
Semoga kau menunda kepulanganmu esok. :p

Rabu, 19 Februari 2014

Dear Pembohong Terhebatku

Hingga hampir pukul setengah tiga pagipun aku masih saja belum bisa memejamkan mata ini. Iya. Kamu (salah satu) alasan utamaku untuk terjaganya mataku hingga detik ini.
Dear pembohong terhebatku. Maafkan aku harus menyematkan nama ini untukmu. Aku lelah yang terus menerus membisu saat kau mulai berbicara tak sesuai rencanamu. Dulu sekali aku selalu menertawakan tiap lyric lagu Rihanna "I love the way you lie" aku pikir hanya cewek-cewek bodoh yang akan berperan di dalamnya yang secara sadar masih mencintai lelakinya yang notabene pembohong. Dan sekarang aku menyadarinya, itu aku.
Aku yang selalu mengiyakan saat kata apa saja yang keluar dari bibirmu, walau aku ketahui itu bukan yang akan terjadi dan kau lakukan. Aku terus saja membisu saat tabir sedikit demi sedikit mulai terkuak. Tapi hanya kau tahu. Aku membisu bukan untuk membiarkan kau terus membohongiku, hanya saja aku lelah untuk mendebatkan hal yang jelas-jelas tak dapat aku jelaskan. Bukan hanya karena jarak ini, tapi hati mulai lelah mendengarkan naifnya kamu, hati mulai lelah saat kau mulai memainkan kata. Dan aku yakin suatu hari nanti kau yang akan terbelit dengan  lidahmu sendiri.
Teruslah dustai kita dan aku akan terus menuliskan kebenaran tentang kita

Dear pembohong terhebatku. Kamu adalah satu-satunya makhluk yang mampu merobohkan prinsipku. Dalam sejarah aku bernafas, aku adalah salah satu orang yang memiliki ego yang menjulang saat harus berbicara prinsip. Dan itu alasan mengapa aku harus membencimu. Saat aku telah mendeklamasikan "tidak" dan kau selalu berhasil merevisinya menjadi "iya"

Dear pembohong terhebatku. Kemarin kau mulai terjatuh sakit. Bukan aku yang tak perdulikanmu. Sekali lagi hati ini mulai lelah saat dimana aku yang selalu mengkhawatirkan kamu dan kamu selalu menampikkan semuanya sembari kau berucap kamu baik-baik saja. Dan kini. Waktu yang berucap. Sebaik-baiknya kamu lambat laun semua tidak sebaik yang kau kira. Aku masih saja mengkhawatirkanmu. Walau kini bukan lagi bawelnya aku di ujung telfonmu. Kekhawatiranku hanya berujung akan sesaknya aku menuliskan doa di dalam hati berharap kau baik-baik saja di sana. Maafkan aku yang kini mulai membisu. Biarlah hanya aku yang mengetahui dalam diam bahwa aku teramat ingin tahu bagaimana perkembangan kesehatanmu. Biarkan Tuhan yang kirimkan isyarat bahwa kau nantinya akan baik-baik saja seperti kata-katamu.

Selamat istirahat.

Note: teruntuk kamu yang memaksaku untuk menunggu kemudian memaksaku (lagi) untuk merelakan tanpa diizinkan untuk merasakan rindu. Aku akan tetap menunggu walau kini langkahmu mulai menjahuiku. Terimakasih pernah ada untukku walau ku ketahui hatiku bukanlah untuk kau tunggu.

Rabu, 12 Februari 2014

Kita (tak lagi) Sedekat Ini 2

Sekali lagi, semalam lidah ku kelu saat dia mencoba inginkan sedetik saja mendengar suaraku. Aku tak mampu Tuhan mendengar suaranya. Aku takut akan ada air mata lagi terburai. Sungguh aku merindukannya. Tidak hanya semalam, namun malam-malam yang lain setelah kepulangnnya.

Maafkan aku yang masih saja mendiamkanmu.
Tuhan, dia tak pernah tahu bagaimana aku yang mati-matian saat aku berada dengan yang namanya stasiun. Iya hari itu. Hari terakhir dimana kita telah mengahabiskan waktu bersama walau harus mencuri-curi waktu. Sungguh batin ini ingin sekali berteriak sekencang yang aku bisa bahwa aku teramat ingin memeluk dia. Aku benci dengan punggung dia yang menjauh. Aku benci harus melihat dia tenggelam seiring berjalannya pintu kereta. Bahkan saat itu aku paham betul bagaimana dia mencoba membujuk aku untuk ikut mengantar sampai ke batas pengantar namun aku mencoba untuk mengelak. Iya andai dia tahu Tuhan aku tak kuasa harus menahan air mata ini. Jangankan memandang punggungnya memandang matanya pun aku tak sanggup. Walaupun sebelunnya sudah aku curi waktu untuk melihat matanya yang baru aku sadari ternyata dia memiliki kornea mata berwarna coklat. Tuhan, kenapa baru aku sadari, kau telah ciptakan mata yang selama ini ingin aku ingin miliki. Tak bulat tapi tak juga kecil dan memiliki kornea mata nyaris coklat sempurna, dengan bulu mata yang ahh... tak kuasa lagi aku menggambarkannya.
Sesak. Sungguh.

Tuhan malam ini boleh kah aku meminta satu hal. Jika aku tak bisa sedekat itu lagi dengan dia, jika aku tak bisa memiliki dia, jika aku tak dapat memiliki mata seperti yang kau ciptakan untuknya boleh aku suatu hari nanti masih diberi kesempatan memandang lebih lama lagi mata itu walau dalam jarak yang tak sedekat dulu?? Aku hanya ingin isyaratkan dia bahwa aku masih akan tetap merindukannya saat dingin malam telah menyelimutinya.

Aku masih ingin berdiri tepat di belakang dia sembari mengikuti segala gerakan sholatnya. Ya. Aku masih ingin menjadi makmumnya. Menunaikan sholat bersama. Bahkan sampai saat datangnya sang fajar di keesokan harinya. Aku masih ingin bertahajud berjamaah dengannya. Namun dengan label yang berbeda.

Aku masih ingin setiap pagi mengantar teh tawar kesukaannya. Melihat raut wajahnya, namun dengan label yang berbeda dengan sekarang.

Jumat, 07 Februari 2014

Kita (tak lagi) Sedekat Ini

Tuhan aku lelah..
Ingin aku meluapkan ini hanya Kau yang mendengarkan. Tapi mungkin aku adalah salah satu diantara beribu hambamu yang lain yang tak merasakan cukup walau hanya bercakap dengan Mu. Malam ini aku ingin sekali lagi menuliskannya. Entah lah setelah mengeluarkan semuanya aku rasa, ini sebuah rasa kepuasan mengalir sampai ke ulu nadi ku, walau aku tahu akan banyak orang yang melihat dan mengintepretasikan lain.Tapi biarlah. Sekali lagi aku tak perduli. 

Tuhan jika engkau ingin putuskan aliran nadi ku mengapa harus dia yang kau kirimkan untuk ku. Mengapa tak kau sendiri saja yang melakukannya?Setidaknya aku akan merasakan betapa lembutnya tangan mu walau nantinya aku akan mati di tanganmu. Haruskah dia yang kau kirim untuk mengoyak habis otak ku, sehingga tak dapat ku membedakan antara sayang dan kebencian. 

Apa memang rasa sayang itu sesakit ini?
Tuhan sungguh kau maha membolak-balikkan perasaan ini. Sebentar kau beri kebahagiaan sebentar kau biarkan air mata ini terburai.

Malam ini kau berikan lagi kesempatan untuk aku bisa menatap wajahnya sedekat ini. Nyaman. Itu yang kurasakan saat ini. Menatap tubuhnya yang kini meringkuk kelelahan. Tuhan, Sungguh aku tak pernah fikirkan ini sebelumnya. Aku masih saja tak percaya. Kau hadirkan dia ditengah-tengah keluargaku. Kau yang tuntun dia untuk tiba-tiba saja datang ke kotaku.Sungguh tak sanggup aku berkata lagi. Jantungku seakan ingin melonjak keluar saat ku ketahui dia mulai keluar dari gerbong kereta. Mencari-cari ku diantara kerumunan-Mengulaskan senyum yang masih menjadi favoritku. Andai dia tahu, saat itu ingin sekali aku berhambur memeluk tubuhnya. Namun apa yang terjadi aku justru menampakkan raut seolah tak mengenalinya. Senyum dari bibirkupun tak nampak. Bodoh! 

Kau tahu. Betapa aku bersusah payah untuk menyembunyikan kebahagiaanku. Aku hanya tak ingin kau bisa membaca fikiranku bahwa aku teramat bahagia saat itu. Aku hanya ingin kau tak merasa geer bahwa aku memang sedang menunggumu. 

Namun apa sedikit kebahagiaan ini akan terus ada untukku Tuhan? walau kenyataannya akan ku ketahui esok, kita tak akan lagi sedekat ini. Dia akan tenggelam dengan dunianya lagi. Dan itu tandanya aku harus dengan tega bermain sandiwara kembali dengan hati dan ego ku. Aku tak pernah takut akan suatu hal, aku hanya takut akan kepulanganmu. 

Sedikit. Iya ada sedikit perasaan lega yang mengalir dalam tubuhku. Hari ini akhirnya kamu membicarakan kita. Walau kenyataannya tak sesuai yang selama ini aku nantikan, walau kenyataannya masih tanpa ada keputusan yang pasti dari bibirmu. 

Kamu memintaku untuk mengerti. Kamu yang masih saja berdalih sedang mengusahakan ku. Dan pada kenyataannya semua masih menyisakan tanda tanya besar di otak ku. Aku masih saja belum mengerti jalan fikiranmu. Bahkan sampai aku hunus kau dengan tatapan tajamku berharap aku akan temukan jawabannya sendiri dari kedua matamu. Namun nihil. Sungguh kau benar-benar asing di mataku. 

Hanya perlu kamu tahu. Aku masih dengan sabar mengikuti permainanmu sampai kesabaranku ini tak berbatas. namun Jika nanti waktu tak lagi dapat menunggumu, jika hati ini telah lelah untuk mengikutimu dan jika hati telah menemukan tempat untuknya berpulang atas kesudahan mengikuti jejakmu yang masih saja terkungkung dengan fikiranmu sendiri, jangan lagi kau tahan lajunya. Karena kini Tuhan telah menyiapkan rumah yang lain yang sekarang sedang menunggu hati berpulang. Dan itu tandanya kita tak akan sedekat ini lagi. 

Selamat malam moodboster ku :) 

Selasa, 04 Februari 2014

Hujan sore Itu

Bukan pada mereka ku di sini bercerita. Bukan padamupun aku menaruhkan harapan atas kesudahan perasaan ini.
Sedari pagi sampai sore ini hujan tak jemunya menggerus bumi tempat aku menuliskan tulisan pada malam ini. Maka dari itu mungkin hanya pada hujan ceritaku akan didengarnya dan akan tersampaikan pada Tuhan.

Lagi. Berulang kali aku mencoba untuk mendiamkanmu. Mencoba membunuh semua kenangan yang pernah kita lukis bersama.
Aku tau gambaran semuanya terlalu indah. Tapi akan lebih indah apabila lukisan itu kita simpan saja. Sehingga dewasa nanti akan menjadi cerita terindah untuk anak cucu kita masing-masing bahwa aku pernah mengenal sosok terindah yang dititipkan Tuhan untuk ku.

Iya. Begitulah kamu. Terus menerus menorehkan luka. Dan aku di sini tertatih untuk menuliskannya.

Maafkan aku yang malam ini membisu. Membiarkan kamu mencari -cari dalam imajinasimu sendiri.
Hujan sore ini membawaku kembali ke dalam ingatan beberapa hari lalu. Kau masih saja tak membicarakan kita. Kau masih saja membisu. Kau membatu yang mempertahan kan dia yang telah mendekam di hatimu. Terlalu naif memang. Menginginkanku tapi kau tetap saja tak sudahinya. Memintamu dia pergi tapi kau tetap menggandengnya.
Bodoh.
Terlebih lagi kau masih saja dengan fasihnya menyebut namanya di depan telingaku.
Muak. Ingin aku hempaskan kau saat itu juga. Ku tebas habis otak dan lidahmu agar tak ada lagi hati yang terluka.
Namun aku sadar. Arti hadir ku memang hanya untuk pengobat disaat kau merindukannya.
Arti hadirku hanya ingin mengisi kosongnya hatimu saat kau berjauhan dengannya.

Hujan sore ini sudah berhenti. Itu tandanya aku harus sudahi. Anggap saja kemarin adalah waktu dimana kita menyelesaikan semua yang belum selesai.
Selamat melanjutkan hidup mu kembali :)

Sabtu, 01 Februari 2014

Malam minggu pertama tapi Kedua

Hai. Selamat datang februari. Hari ini malam minggu pertama di bulan cantik.
Kau tau apa yang menarik di bulan ini. Aku bisa menghabiskan malam minggu kali ini dengan dia yang selalu tenggelam dengan rutinitasnya di belahan daerah lain.
Sedangkan aku. Aku yang masih saja menunggu dan memintal doa-doa agar kelak pintalan doa itu dapat kita bentangkan bersama.
Kau tau. Memandangi langit kota ini serasa berbeda. Walau mendung diluar sana walau hujan yang datang dan tiba tiba pergi dengan seenaknya namun aku bisa melihat lagi cacat terindah yang diberikan Tuhan kepada seorang yang teramat istimewa seperti kamu walau sekarang kau terpejam dipangkuanku.
Lucu.
Memandangi kau seperti ini serasa ingin ku hentikan waktu.
Memandangi kamu yang terpejam dan tak kau hiraukan dinginnya udara di selasar ruko ini. Kau pulas dengan tidur sejenakmu.
Hujan sudah berhenti, tapi aku sengaja tak membangunkan mu. Aku ingin rasanya berlama memandangimu walau dalam diam ku.
Ini malam minggu pertama kita di bulan ini. Tapi ini yang kedua untuk kita.
Semoga malam mu menyenangkan :)

Rabu, 29 Januari 2014

Still My Stranger

Perasaan apa malam ini. Tuhan Engkau maha membolak-balikkan hati ini. Tiba-tiba saja bahagia tiba-tiba saja tersedu sedan.

Dear my stranger. Aku tahu kamu akan membaca tulisan ini. Dan aku tahu akan ada orang lain lagi yang membaca tulisan ini dan mengartikan serta menerka-nerka dengan pikirannya sendiri. Tapi aku tak perdulikan (orang selain kita).
Maafkan aku yang tiba-tiba saja mengomel tanpa ada alasan yang jelas. Yang tak seharusnya aku melakukannya.
Maafkan aku yang mencoba melampiaskan kepenatanku dengan (menurutmu) cara yang salah dan mengakibatkan aku harus pulang (cukup) larut dan efeknya entah ini hanya firasatku saja, kamu "berbeda".
Maafkan aku yang lagi dan lagi masih menunggu kepulanganmu sehingga dengan nekatnya tengah malam menelfonmu hanya ingin memastikan kamu baik-baik saja dan yang aku ketahui bahwa ternyata kamu sudah terlelap.

Dear my stranger. Aku masih saja belum mengerti siapa kamu. Aku masih saja melihat sosokmu adalah sosok yang asing. Tak sepenuhnya aku ketahui walau mungkin kau telah berusaha untuk mengenalkan arti hadirmu ke dalam dunia ku.
Tapi maafkan, aku masih saja melihat sosok gelapmu yang sengaja kau tutupi. Malam ini aku merasakannya. Entah hanya firasat atau sebaliknya.
"Perbedaanmu" malam ini membuat aku harus menelan sendiri dan  menciptakan sendiri dalam naluriku.

Dear my stranger hingga malam ini aku belum bisa menebak arti kediaman mu. Terkadang aku sengaja membuat kesalahan di hadapanmu, tak lebih hanya agar aku bisa membaca fikiran mu. Bahwa, kamu memang memperdulikan aku atau sebaliknya. Karena hingga saat inipun aku belum pernah menemukan mu marah akan sikap ku yang (mungkin) tak sesuai dengan sewajarnya. Dan lagi, hingga saat ini aku hanya menemukan dua hal yang membuat kamu "berbeda" sikap kepadaku. Ketahuilah aku melakukan ini hanya karena ingin mendengarkan mu memberi nasihat untukku. Selayaknya sang kakak memberi nasehat kepada adiknya. Selayaknya seorang bapak yang melindungi keluarganya. Aku hanya ingin melihat dan mendengarnya walau sebaris kalimat. Karena selama ini yang ku ketahui kau hanya menjadi pendengar setiaku saat aku mulai berceloteh.
Ketahuilah aku ingin, aku yang mendengar semua keluh kesahmu, bahagiamu, mendengar semua keseharianmu yang melelahkan.

Tak hanya itu, selain aku suka wangian menthol yang berasal dari rambutmu, lesung pipit dari pipimu lah yang sampai saat ini tak dapat aku pungkiri bahwa itu terlalu menggemaskan bagi yang melihatnya. Maka dari itu hanya dengan kamu bercerita, saat itulah aku menemukan "cacat" terindah yang di berikan Tuhan untukmu, walau aku melihatnya dalam imajinasiku.

Namun malam ini aku tak dapat melihatnya. Kamu berbeda. Dan aku tak dapat membacanya.
Namun aku berharap esok akan baik-baik saja. Maaf sudah mengganggumu malam ini.

Have nice sleep you in distance